Selasa, 27 Mei 2014

Bukan Yesus yang Disalibkan? Benarkan Yesus Digantikan Orang Lain di Atas Salib?

Bukan Yesus yang Disalibkan?
Benarkan Yesus Digantikan Orang Lain di Atas Salib?

            Peristiwa penyaliban Yesus adalah peristiwa besar sepanjang sejarah di dunia.  Peristiwa itu penting karena telah dinubuatkan oleh para Nabi dalam Perjanjian Lama, dan kemudian digenapi di dalam Perjanjian Baru.  Penyaliban Yesus penting, bukan bagi orang Kristen, tetapi bagi seluruh dunia, setiap orang menembus batas suku, ras, bahasa dan apa pun.

            Akan tetapi, kemudian menjadi perdebatan yang tak pernah berakhir hingga saat ini, ketika ada pihak atau golongan tertentu yang menyangkali kebenaran penyaliban.  Sebenarnya, persoalan ini sangat klasik.  Pembelotan terhadap kebenaran penyaliban Yesus dimulai oleh prajurit pengawal kubur saat itu.  Matius 28:11-15, adalah fakta pembelotan terhadap kebangkitan Yesus.  Merupakan isu yang disebarkan di tengah-tengah masyarakat luas, karena kepentingan kelompok dan golongan tertentu saat itu, dan sekarang isu itu telah diwarisi.  Itu hal tentang penyangkalan terhadap kebangkitan Yesus.

            Hal penyangkalan dengan penyaliban Yesus pun terjadi.  Ada sumber yang dipakai untuk menyatakan bahwa bukan Yesus yang disalib.  Pihak tertentu mengungkap berupa “bukti” dari Al-Qur’an Surat 4 An Nisaa ayat 157. 
dan karena ucapan mereka : Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, ‘Isa putra Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka (orang kafir) tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi ( yang mereka / orang kafir bunuh ialah ) orang yang di serupakan dengan ‘Isa bagi mereka (orang kafir). Sesungguhnya orang-orang yang berselisi paham tentang ( pembunuhan ) ‘Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka (orang kafirtidak mempunyai keyakinantentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti prasangka belaka, mereka (orang kafir) tidak ( pula ) yakin bahwa yang mereka(orang kafir) bunuh itu adalah ‘Isa.”

Sepintas lalu mendengar/membaca ayat ini kedengaran artinya bahwa ayat itu memberi bukti bahwa bukan Isa yang disalibkan melainkan orang serupa dia.  Inilah kesalahan dalam memahami sumber ini.  Sesungguhnya ayat ini, bukan sedang memberi bukti bahwa bukan Isa yang disalibkan. 

            Perkara ini adalah bahwa ada kelompok orang yang sejak awal menentang Isa Al Masih, Isa Putra Maryam, dan mereka menyampaikan bahwa mereka telah membunuh Isa Al Masih, padahal tidak.  Orang yang mereka bunuh adalah orang yang diserupakan dengan Isa.  Kemudian timbullah keraguan sendiri di antara mereka, karena yang mereka bunuh adalah bukan Isa, tetapi yang serupa dengan dia.  Dan pada akhirnya timbulllah keraguan di antara kelompok orang. 

            Dengan meneliti ayat ini secara seksama, dan menjauhkan pikiran dari prasangka; jelas ayat ini tidak sedang berbicara tentang penyaliban Yesus; melainkan suatu perdebatan di antara orang minoritas dan mayoritas; yang pro dan kontra.  Kelompok orang kontra menyampaikan sebuah pernyataan, demi menguatkan keberadaan mereka; bahwa mereka berhasil membunuh Isa, padahal mereka tidak melakukannya, melainkan orang yang serupa dengan dia.  Kebenaran penyaliban sama sekali tidak memiliki keterkaitan dalam ayat ini.  Bahkan ayat ini sama sekali tidak memberi referensi bahwa Yesus disalib atau pun tidak.  Karena ayat ini adalah ayat tentang perdebatan. 

            Jadi, kemudian apakah kesimpulannya? Benarkah Yesus disalibkan, dan Yesus kah yang disalibkan.  Ya, Yesuslah yang disalibkan, dan penyalibanNya adalah benar.  Sudah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama oleh pada Nabi, dan digenapi demi rencana Agung Tuhan dinyatakan bagi dunia.  Taurat, Kitab Para Nabi, Zabur (Mazmur) dan Injil merupakan sumber yang saling mendukung, dan tak satupun mengurangi kebenaran antara satu dengan yang lain tentang Nubuatan Penyaliban Yesus dan Penggenpannya.  Puji kepada Tuhan, karena Ia mempercayakan kepada kita kebenaranNya dan keselamatan kekal bagi kita, dan bagi dunia ini, bukan hanya untuk orang Kristen, seluruh umat manusia.


Senin, 26 Mei 2014

Pertanggungjawaban Iman

“APOLOGETIKA”

                Apologetik” (apologia) artinya adalah pembelaan/ pertanggungjawaban atas iman/keyakinan yang kita percayai.  Jadi, berapologetik adalah memberi pertanggungjawaban kepada orang lain yang meragukan/mempertanyakan keyakinan yang kita percayai.

                Apologetik sudah ada sejak jaman Alkitab, secara khusus sebelum dan sesudah para rasul, saat banyak orang-orang mulai menyerang pengajaran kekristenan; dari orang-orang yang tidak percaya, dan juga dari pihak-pihak yang mencoba merubuhkan fondasi iman orang percaya yang semakin hari semakin banyak jumlahnya.  Dalam Kolose 4:6, Paulus mendorong jemaat di Kolose untuk hidup dalam kasih dan mampu memberi jawab kepada setiap orang tentang iman mereka di dalam Kristus Yesus. 

                Berapologetik  berbeda dengan perdebatan.  Paulus sangat menegus keras orang untuk berdebat, karena itu hanya menimbulkan keributan dan juga hal itu pun sia-sia.  Kolose 2:2, 8; adalah peringatan Paulus agar orang percaya tidak terjebak dengan “kata-kata indah”, sesuatu yang terlihat sebagai kebenaran / “filsafat”  tetapi tidak benar menurut Kristus.   Jadi tolak ukur dari semua kebenaran adalah Kristus, yaitu “Injil”  .  Dan  lagi ukurannya adalah “Hukum Kasih”.  Karena penggenapan seluruh hukum Taurat adalah kasih.  Jadi jika ada orang berdebat menimbulkan keributan, sakit hati, kebencian, perpecahan dan akhirnya menghilangkan “KASIH” kepada sesama dan kepada Kristus, maka kita perlu menjauhi hal itu.

                Akan tetapi berkaitan dengan pertanggungjawaban iman, kita patut menjelaskan sebaik-baiknya iman yang kita percaya kepada orang lain.  Bagaimana caranya; tidak lain adalah membaca Firman Tuhan, memahaminya secara utuh di dalam akal dan pikiran melalui tuntunan Roh Kudus dan menterjemahkannya di dalam perilaku setiap hari.  Jadi saat ada orang mempertanyakan kepercayaan kita, mereka tidak hanya dipuaskan dengan dengan kata-kata, tetapi juga dengan teladan hidup kita.

                Lalu bagaimana saat orang yang kita beri pertanggungjawaban tidak bisa menerima dan menolak?  Hal itu adalah wajar dan kita tidak perlu kecewa, putus asa dan merasa tidak berhasil.  Bagi orang yang dipanggil Tuhan, maka IA memberi Roh Kudus untuk membuat orang itu mengerti, saat itu juga atau secara perlahan (Yohanes 15:16), bagi yang tidak mau terima, sampai mulut berbuih bahkan sampai mati pun orang itu tidak akan bisa menerimanya, karena dia tidak dikaruniakan Roh Kudus untuk percaya sebab orang demikian bukanlah orang yang ditentukan/dipilih untuk menerima hidup kekal (Matius 10:14).   Namun demikian, kita tidak boleh menghakimi mereka atas ketidakpercayaan itu, hanya perlu berdoa saja agar Tuhan mengasihani mereka.

                Ketika berdialog dengan orang lain, sebaiknya kita persiapkan diri secara rohani di dalam pimpinan Roh Kudus, agar kemudian jangan juga  menjadi terpengaruh dengan berbagai-bagai tuduhan terhadap keyakinan kita di dalam Kristus.  Beranilah menyampaikan kebenaran itu dengan tegas.

Tiga aspek dari Apologetik:

1. Pembuktian: menyampaikan sebuah dasar rasional bagi iman kepercayaan yang sebenarnya menghadapi ketidakpercayaan baik dalam diri orang percaya sendiri maupun orang tidak percaya.
2. Pembelaan: menjawab keberatan dari ketidakpercayaan.
3. Penyerangan: menyerang kebodohan dari ketidakpercayaan. Tuhan tidak hanya memanggil umat-Nya untuk menjawab keberatan tapi juga ofensif terhadap kebodohan keberdosaan manusia.                                           (_BG)


Selasa, 06 Mei 2014

Ketetapan Kedaulatan TUHAN dan Pilihan Manusia

 KETETAPAN KEDAULATAN TUHAN  DAN
PILIHAN MANUSIA (1 Samuel 14-15)

            Beberapa hari dalam minggu lalu kita membaca kitab 1 Samuel.  Pasal 8, bangsa Israel menginginkan seorang raja, ingin sama seperti bangsa-bangsa di sekitarnya; dan mereka menolak Tuhan yang memimpin mereka secara langsung.  Samuel pun mendengar desakan mereka, dan Tuhan menetapkan Saul menjadi raja atas bangsa itu (Ps. 9-10).

            Seiring dengan berjalan waktu, Saul menjadi pemimpin hebat, mengalahkan ribuan musuh.  Akan tetapi, kemudian Saul menjadi lupa diri; seorang dari Suku Benyamin yang kecil telah menjadi orang besar, kemudian lupa akan dirinya dan menjadi tinggi hati, mulai dari ketidaktaatan dan ketidakhormatannya terhadap Firman Tuhan.  Apa yang terjadi kemudian, Tuhan menolak Saul; Samuel pun berduka karenanya.  Samuel, seorang berhati bapa menyayangkan ketidaktaan seorang raja yang dulu ia urapi, namun ia tidak bisa menolak ketetapan Tuhan.   Dengan kedaulatannya Tuhan telah menetapkan Saul menjadi raja, dan dengan kedaulatannya, oleh karena ketidaktaatan Saul pun ditolak oleh Allah dan kemudian berkenan kepada Daud, seorang kecil dari padang penggembalaan, yang tak terhitung dalam penilaian manusia dipilih menggantikan raja pilihan manusia.

            Belajar dari Saul; merefleksikan proses demokrasi yang sudah dilaksanakan beberapa waktu ini, seseorang dipilih dan menjadi terpilih mungkin saja karena kehendak massa, akan tetapi tidak seorang pun bisa mengubah kedaulatan Tuhan.  Tuhan mengijinkan suatu bangsa menetapkan pemimpin atas mereka, Tuhan mungkin saja mengijinkan, tetapi ketika itu bukan atas perkenaan Tuhan, kelak Tuhan pun akan bertindak.  Tetapi ketika Tuhan yang berkehendak, maka Dialah yang tetap mengokohkan Daud dalam pemerintahannya.  Ketika Daud jatuh, Tuhan masih berkenan memulihkannya.

            Mari terus mendoakan yang terbaik bagi bangsa dan negara tercinta, dan Kabupaten Sintang yang di dalamnya kita berada.   Tuhan berkenan memberkati kota dan mengokohkan negeri yang dimana anak-anakNya hidup dalam ketetapan dan dalam kebenaran FirmanNya.  Pilihan kita tak selamanya adalah yang dikenan TUHAN, meski hal itu terwujud dalam banyak perjuangan dan kerja keras.  Itulah sebabnya, dalam memilih suatu "pilihan" dalam hidup hendaknya kita memilih sesuai kehendak Tuhan.

Minggu, 04 Mei 2014

"Christ for all, All for Christ”

    "Christ for all,  All for Christ” (AB. Simpson)

A.B.-Simpson
“Kristus untuk semua, semua untuk Kristus”.  Kalimat itu adalah kalimat seorang hamba Tuhan yang telah dipakai Tuhan dengan kuasa yang hebat dan luar biasa mengabarkan Injil ke seluruh dunia.  ABSimpson adalah pendiri Gereja Kemah Injil di seluruh dunia, yang saat ini telah ada di 86 Negara.  Dan salah satunya adalah Gereja Kemah Injil Indonesia, yang merupakan karya Kristus melalui RA. Jaffray yang diutus oleh AB. Simpson berdasarkan penglihatan yang Tuhan berikan kepadanya.
AB. Simpson telah kembali kepada BAPA, RA. Jaffray juga sudah kembali kepada BAPA, tetapi apa yang telah mereka lakukan senantiasa tinggal tetap dan kekal dalam ingatan setiap generasi ke generasi.  Hidup mereka yang satu kali sungguh telah memberi dampak kekekalan bagi seluruh dunia.
Hal yang pernah diungkapkan Jim Elliot, seorang misionari muda ke suku Auca, India. “Hanya ada satu kehidupan yang akan segera berlalu, tetapi apa yang dilakukan bagi Kristus akan bertahan sampai kekal”
Jim Elliot bersama dengan 4 rekannya yang berusia antara 26-30 tahun, meninggalkan istri dan anak-anak mereka pergi beritakan Injil ke Suku Auca, suku pembantai.  Sungguh tragis, mereka disambut tombak yang membunuh mereka semua.  Mereka masih muda, pergi mengantar nyawa, bahkan sebelum sepatah kata Injil mereka sampaikan. Ironi itu kini telah berganti dengan sukacita di Suku Auca, bangsa pembunuh itu, bahkan pembunuh kelima anak muda itu telah menerima Kristus, ribuan orang Suku Auca saat ini telah terima Yesus. Istri dan anak-anak dari kelima pemuda yang dibunuh itu justru yang kemudian meneruskan usaha pemberitaan Injil itu di tengah Suku Auca.
Hidup kelima misionari itu sangat singkat, belum melihat anak mereka tumbuh remaja, pemuda dan dewasa.  Tetapi hidup yang sangat amat singkat itu telah menorehkan sejarah yang dikenang hingga kekekalan.  Hidup mereka telah memberikan dampak kekekalan kepada Suku Auca, suku pembunuh itu sehingga mereka menjadi pengikut Yesus.
Bagaimana dengan kita kaum muda GKII Imaneul saat ini.  Adakah kita juga mau mengatakan, hidup yang satu kali ini saya gunakan bagi Kristus. Sebagai seorang muda, kita memiliki banyak kesempatan untuk melakukan hal-hal yang berdampak bagi keluarga, gereja, masyarakat kita.  Mulailah saat ini dengan berkomitmen untuk hidup takut akan Tuhan, belajar kebenaran Tuhan, dan berjalan dalam rencana-Nya.
Hiduplah bukan sekedar hidup, tetapi menghidupi hidup dengan sungguh-sungguh di dalam kehidupan Kristus.  Masa muda pun begitu singkat, tetapi dalam waktu singkat itu kita bisa berbuat hal yang memuliakan Kristus dan berdampak bagi kota kita, bagi gereja kita, bahkan bagi generasi kita.
Melalui talenta, bakat dan karunia yang Tuhan beri kita lakukan pekerjaan-pekerjaan yang memuliakanNya.
DSC_0668