Minggu, 24 Maret 2013

Buletin Imanuel - Peremungan Minggu Paskah: “Sendiri Di Getsemani”


__________Perenungan Minggu Paskah

“Sendiri, Sepi, dan Kelam Pekat,
Namun Kokoh Kuat dan Tak Gentar.”



“Sendiri Di Getsemani”

             Malam itu merupakan malam yang begitu mendebarkan, tetapi tidak semua orang merasakannya, hanya satu pribadi yang sedang menggumuli malam itu, yaitu Yesus Kristus di taman Getsemani.

Tak ada penggambaran yang cukup sempurna untuk melukiskan kehebatan pergumulan itu.  Di saat sendiri dalam pergumulan, sementara murid lain tertidur pulas, sangat terasa kesendirian itu begitu mendebarkan.

Kengerian salib dan pergumulan mengalahkan kuasa maut, tak terkatakan kedahsyatannya.  Tetesan peluh darah bercampur air adalah kenyataan dan fakta yang tak terpungkiri betapa ngerinya menghadap salib dan menanggung segala beban dosa.  Seluruh tubuh merasakannya, terlebih jiwa dan roh yang terus menggumulinya.  Tetapi, satu komitmen yang kokoh dan tak tergagalkan dengan ucapan, “biarlah kehendak-Mu (BAPA) saja yang jadi.” Sejak pernyataan itulah, Kerajaan Maut mulai goncang, tak dilihatnya tanda-tanda kemunduran dari perlawanan terhadap kuasa dosa.  Yesus, Sang Juruselamat dunia pun menghadap salib dan mematahkan kuasa maut.  Itulah “Kematian yang mematikan kematian; kematian yang memberi hidup”.

Saat kita sendiri dalam pergumulan berat, serasa langit runtuh dan bumi seakan tak terasa dipijakan.  Seorang diri dalam tekanan persoalan bukanlah hal yang mudah untuk dilewati.  Ketika satu per satu orang terdekat mulai menjauh dan tak peduli, seakan adalah tepat jika segera berlalu dari dunia dan hidup ini ingin segera kembali kepada yang menciptanya. 

Teman dan saudara mungkin saja menyemangati, namun toh cawan itu bukan cawan mereka… cawan itu pribadi sifatnya. Ada saat dimana rekan dan handai taulan terlelap lelah dalam memberi dukungan.

Saat sendiri dalam pergumulan, pandanglah Dia yang di Getsemani.  Itulah satu-satunya tanda hadir dalam sendiri sepi hati yang tertekan. Terlalu cukup untuk menjadikan berjaga. Terlalu cukup untuk mengubah kegentaran dan ketakutan menjadi pengalaman penuh rahmat. sebab di taman itu Sang Juru Selamat juga pernah bergumul dalam kegentaran hingga berpeluh darah.

Cawan itu personal sifatnya… dan ia kini ada di genggaman. saudara tak dapat meminum… teman tak dapat mencicipi… sebuah pengalaman yang penuh rahmat… seandainya toh harus diminum, makan minumlah dengan penuh rahmat… seandainya penderitaan itu tak juga bisa berlalu, hadapilah dengan penuh kehormatan… seandainya kematian menjemput, songsonglah dengan keharuman.
Yesus sudah terlebih dahulu menang atas maut, itulah arti kita lebih dari pemenang.



“Menyuarakan Suara Kebenaran”


“Menyuarakan Suara Kebenaran”




             Minggu ini, seluruh umat percaya kepada Yesus memasuki minggu paskah.  Merupakan anugerah yang tak ternilai ketika Yesus rela mati bagi kita manusia berdosa.  Kerinduan dan hati BAPA adalah menyelamatkan manusia dari dosa.  Itulah sebabnya, Yesus menanggung penderitaan dan kematian, demi keselamatan umat-Nya.

             Yesus tidak pernah tawar menawar ketika menghadapi salib.  Sebabnya adalah  tidak ada jalan lain untuk selamatkan dunia, selain dari jalan salib; karena begitu hebatnya dan ngerinya kuasa maut yang diakibatkan oleh dosa.  Tak satupun manusia dapat menanggungnya.

Adalah menjadi perenungan bagi setiap kita, Yesus dengan rela hati lakukan pengorbanan yang besar demi kebaikan kita.  Yang menjadi pertanyaannya adalah seberapa sadarkah kita akan pentingnya pengorbanan Yesus tersebut?

Adakah di moment-moment menjelang minggu paskah ini, justru kita merasa sudah terlalu baik untuk tidak lagi mendengar peringatan-peringatan tentang dosa, teguran, nasihat, dorongan untuk berubah.  Adakah kita merasa sudah terlalu “sehat”?
Tidak jarang para hamba Tuhan mengalami dilema ketika harus menegur dosa, dan memperingatkan umat percaya tentang dosa.  Kita harus akui dan jujur ada kalanya terlalu sukar untuk dengan berani menegur dosa.  Terlebih terlalu sukar untuk bisa dengan rela hati menerima pemberitaan Firman Tuhan yang menegur dosa.  Mudah tersinggung, curiga dan prasangka terhadap pemberitaan Firman Tuhan sesungguhnya suatu tanda bahwa seseorang bukan dan belum sungguh-sungguh mengerti terlebih memahami arti pertobatan dan pemulihan.

Dalam keluarga sering sukar untuk menegur anak, suami menasihati istri, dan sebaliknya.  Ada pihak yang merasa teraniaya ketika harus menyuarakan suara kebenaran.  Namun, harus dipahami justru itulah kenyataan tipuan Iblis, menanamkan dalam hati kita untuk terus curiga terhadap kebenaran.  Stop!! Jangan lagi diteruskan.

Mari kita meneladani Kristus yang telah rela mati di kayu salib yang hina demi keselamatan kita yang amat, sungguh dan sangat hina ini.  Kerelaan-Nya menjalani “kehinaan dosa” adalah wujud kasih-Nya yang mau mengakui kita sebagai milik-Nya meskipun kita ini berdosa.  Demikian halnya, ketika kita dengan rela hati menerima suara kebenaran Firman Tuhan, adalah wujud nyata kasih kita kepada-Nya.